Pages

Ads 468x60px

.

Labels

Sabtu, 13 Juli 2013

Puasa di Bulan Rajab


Pertama:Bulan rajab adalah salah satu bulan haram. Allah Ta’ala berfirman tentangnya
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu…” (QS At Taubah: 36)

Bulan-bulan haram yang dimaksud adalah bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram.
Imam Bukhari meriwayatkan pada hadits no. 4662, dan Imam Muslim pada hadits no. 1679, dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Satu tahun itu terdiri dari 12 bulan, diantaranya terdapat 4 bulan haram, 3 berurutan, yakni: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, dan Rajab Mudhor yang berada di antara Jumadil Tsani dan Sya’ban.”
Bulan-bulan tersebut dinamakan bulan haram karena 2 alasan:
1. Karena diharamkannya berperang di dalamnya, kecuali jika musuh memulai menyerang lebih dulu.
2. Karena larangan melanggar hal-hal yang diharamkan pada bulan-bulan tersebut lebih ditekankan dibandingkan pada waktu-waktu selainnya.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala telah melarang kita dari melakukan perbuatan-perbuatan maksiat pada bulan-bulan ini, melalui firman-Nya Ta’ala
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu” (QS At Taubah: 36)
Meskipun melakukan maksiat adalah hal yang haram dan terlarang untuk dilakukan pada bulan-bulan haram dan bulan lainnya. Akan tetapi pelarangannya pada bulan-bulan haram hukumnya lebih keras.
Syaikh As-Sa’dy rahimahullah berkata (Karim Ar-Rahman, hlm. 373) :
“Janganlah kamu menzhalimi dirimu sendiri di dalamnya”, potongan ayat ini mangandung kemungkinan kata ganti disini kembali kepada bulan yang jumlahnya 12. Dan sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwasanya Ia telah menciptakannya sebagai acuan untuk hamba-hamba-Nya. Agar mereka beribadah kepada-Nya dengan mentaati-Nya. Dan mensyukuri Allah Ta’ala atas nikmat yang mereka peroleh dengannya. Dan Ia mentakdirkannya untuk kemaslahatan para hamba. Oleh karena itu hendaknya kalian berhati-hati dari menzhalimi diri-diri kalian sendiri pada waktu tersebut. Bisa juga mengandung kemungkinan kata ganti tersebut kembali kepada keempat bulan haram tersebut. Dan potongan ayat ini larangan bagi mereka dari perbuatan zhalim khususnya pada bulan-bulan tersebut. Meskipun larangan dari perbuatan zhalim berlaku setiap saat. Hal ini dimaksudkan untuk menambahkan pelarangannya, dan perbuatan zhalim di dalamnya lebih berat dibanding waktu lainnya..” Selesai kutipan perkataan beliau.
Kedua:
Tentang amalan puasa di bulan Rajab, tidak terdapat hadits yang shahih mengenai keutamaan puasa di bulan tersebut, atau mengkhususkan puasa pada bulan tersebut, atau melakukan puasa tertentu di dalamnya. Sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang mengkhususkan sebagian hari di bulan Rajab untuk berpuasa, karena meyakini adanya keutamaan puasa di bulan rajab dibanding selainnya. Hal ini tidak ada asalnya sama sekali di dalam syari’at.
Hanya saja, terdapat riwayat dari Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam yang menunjukkan disunnahkannya berpuasa di bulan-bulan haram (dan bulan Rajab adalah salah satu diantara bulan-bulan haram). Beliau shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Berpuasalah pada bulan-bulan haram dan kemudian jangan puasa sunah lainnya” (HR Abu Daud no. 2428, dan Syaikh Al Albani melemahkannya dalam Dhaif Sunan Abi Daud).
Hadits ini –jika statusnya shahih- menunjukkan disunnahkannya berpuasa di bulan-bulan haram. Barang siapa yang berpuasa di bulan Rajab berdasarkan hadits ini, dan ia juga berpuasa di bulan-bulan haram lainnya, hal itu diperbolehkan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaahu berkata di dalam Majmu’ Fataawaa(25/290): “Adapun puasa di bulan Rajab dengan mengkhususkannya, hadits-hadits mengenai hal ini seluruhnya lemah, bahkan palsu. Para ulama tidaklah bersandar pada salah satupun darinya. Dan hadits-hadits tersebut bukanlah hadits lemah yang diriwayatkan dalam keutamaan amal. Namun seluruhnya adalah hadits-hadits palsu lagi dusta. Dalam Musnad dan selainnya terdapat hadits dari Nabi shallallaahu’alaihi wa sallama bahwasanya beliau menganjurkan untuk berpuasa di bulan-bulan haram, yakni bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Anjuran ini untuk puasa di seluruh bulan yang empat tersebut, dan bukan mengkhususkan bulan Rajab semata.” Selesai kutipan perkataan beliau dengan diringkas.
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata:
“Seluruh hadits tentang penyebutan puasa di bulan Rajab dan shalat di sebagian malam-malam bulan tersebut, adalah hadits yang dusta dan dibuat-dibuat.” Selesai kutipan perkataan beliau dari Al Manaarul Muniif  hal. 96)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Tabyiinul ‘Ujb (hal,11) berkata:
“Tidak terdapat riwayat mengenai keutamaan bulan Rajab. Tidak juga mengenai puasa di bulan tersebut, begitu juga puasa apapun di dalamnya secara khusus. Juga tidak ada hadits shahih yang dapat dijadikan sebagai hujjah mengenai shalat malam yang dikhususkan di dalamnya.” Selesai kutipan perkataan beliau.
Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullahu berkata dalam Fiqhu As Sunan (1/383):
Puasa di bulan Rajab tidak ada padanya keutamaan tambahan melebihi bulan-bulan selainnya. Kecuali karena ia adalah bulan haram. Dan tidaklah ada di dalam sunnah yang shahihah bahwasanya puasa tersebut memiliki keutamaan dengan mengkhususkan pada bulan tersebut. Sesungguhnya apa yang datang dalam perkara-perkara tersebut tidaklah dapat digunakan untuk berhujjah dengannya.” Selesai kutipan perkataan beliau.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin pernah ditanya mengenai puasa pada hari ke 27 Rajab dan mendirikan shslat pada malam harinya, maka beliau menjawab: “Puasa pada hari ke 27 Rajab dan mendirikan shalat pada malam harinya dan mengkhususkan hal-hal tersebut adalah bid’ah. Dan seluruh bid’ah adalah kesesatan”. Selesai kutipan perkataan beliau. (Majmu’ Fataawa Ibnu Utsaimin, 20/440) .

sumber :    http://muslimah.or.id

0 komentar:

Posting Komentar